Lembaga Pendidikan Tidak Berkembang, Apakah Selalu Pemerintah yang Salah?

Lembaga Pendidikan Tidak Berkembang, Apakah Selalu Pemerintah yang Salah?

Pendidikan merupakan jantung dari peningkatan kualitas sumber daya manusia dari segala aspek. Pendidikan menjadi alasan fundamental yang menentukan arah nasib suatu bangsa dimasa mendatang. Dasar ini menjadi urgensi dari adanya pendidikan karena dengan cakupan pendidikan yang begitu luas, wawasan seseorang akan bertambah dalam memahami kultur kehidupan.

Munculnya problematika kehidupan yang krusial setiap harinya menuntut pendidikan untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang terjadi. Dengan adanya situasi tersebut, paradigma pendidikan harus berubah yakni tidak hanya menghasilkan lulusan didik tetapi juga lulusan berkualitas yang dibutuhkan di dunia kerja.

Upaya untuk mencapi target lulusan yang berkualitas tentu akan melewati jalan yang tidak mudah. Segala aspek yang ada didalamnya harus sinkron satu sama lain baik antara pemerintah, pendidik, masyarakat, dan terlebih lagi peserta didik. Hal itu akan menjadi tantangan tersendiri bagi konseptor pendidikan, meskipun sebenarnya secara umum rasio indeks pembangunan  manusia  dalam bidang pendidikan dari tahun ke tahun semakin bertambah. Namun disisi lain, masih banyak pula wilayah-wilayah di Indonesia yang tergolong memiliki kesadaran pengetahuan rendah. Jika melihat indeks pembangunan manusia, tingkat perkembangan di Indonesia masih berstatus sedang dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Indonesia berada pada posisi ke enam setelah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapore.

Banyak isu yang mendeklarasikan penyebab keterbelakangan itu terjadi, salah satu nya adalah kurangnya pemerataan fasilitas pendidikan. Di kalangan akademika, isu tersebut menjadi masalah pokok mengapa masih banyak masyarakat yang kesulitan mengenyam pendidikan, dan yang menjadi sorotan adalah masyarakat Papua.

Jika dilihat dari letak geografisnya Papua jauh dari jangkauan ibu kota, selain itu juga akses yang dilalui untuk menuju Papua tidak mudah. Hal ini menimbulkan kesan bahwa Papua kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat hingga memunculkan gerakan separatis yaitu OPM. Padahal sebenarnya pemerintah dengan segala daya dan upaya berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Hal ini dimaksutkan agar wilayah NKRI tetap utuh dan rakyat Indonesia saling bersatu untuk mewujudkan Indonesia maju. Upaya pemerintah tersebut dapat dilihat dari otonomi khusus yang diberikan kepada Papua berupa bantuan dana 75 miliar setiap tahunnya. Dengan harapan dana tersebut dapat dikelola untuk pembangunan fasilitas di Papua dari berbagai sektor seperti akses transportasi, pembangunan daerah, gedung-gedung sekolah dan kesehatan, serta alat penunjang kesehatan dan pendidikan. Tidak hanya otonomi khusus saja, pemerintah juga mengupayakan bantuan edutouch di wilayah 3T dan afirmasi dikti bagi calon mahasiswa dari Papua.

Berdasarkan pemaparan tersebut, sebenarnya nampak jelas bahwa sebenarnya pemerintah sedang berupaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya, namun upaya tersebut tidak serta merta akan berjalan mulus dan cepat. Setiap usaha pasti membutuhkan proses, apalagi mencakup wilayah yang luas tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mewujudkan keinginan.

Proses pembangunan ini membutuhkan dukungan dan kerjasama dari semua pihak. Jika hanya pemerintah saja yang berupaya sedangkan rakyatnya tidak, maka upaya tersebut tidak akan berjalan efektif. Perlu adanya penyeledikan terkait sikap warga negara di daerah 3T, apakah sudah terbuka atau masih bersifat apatis terhadap perubahan zaman. Di daerah-daerah terpencil masih banyak ditemukan masyarakat yang berpakaian seperti baju yang tidak layak, kental dengan adat istiadat, dan sulit menerima hadirnya orang baru.

Problem tersebut bisa menjadi bahan pertimbangan mengapa di Indonesia masih banyak daerah-daerah yang memiliki SDM rendah. Kurangnya keterbukaan dari masyarakat setempat membuat akses pendidikan sulit untuk dikembangkan. Pola fikir yang masih primitif menjadi salah satu faktor penghambat yang paling dominan, mengingat bahwa merubah mindseat seseorang itu tidak mudah apalagi dengan masyarakat yang menutup diri terhadap perubahan zaman.

Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan terhadap masyarakat di wilayah 3T terutama pemangku adat.  Apabila pendekatan kepada pemangku adat berhasil, maka akan mudah untuk merubah anggota masyarakatnya.

Jika penasaran, hubungi tim ECE2CT UM (Lailatus Sangadah.a.n 085745663982)